Kalau Anda termasuk orang yang hampir setiap hari membuka Google untuk sekadar mengecek sesuatu, Anda mungkin akan merasa aneh sekaligus kagum saat pertama kali mencoba Perplexity AI. Saya termasuk yang begitu. Awalnya saya pikir ini cuma satu lagi dari sekian banyak chatbot canggih. Tapi nyatanya, pengalaman yang saya rasakan sangat berbeda.
Saya mengenalnya bukan dari iklan, tapi dari seorang teman dosen yang bilang, “Kalau kamu mau cepat nyari referensi buat artikel, pakai ini. Nggak perlu buka tab banyak-banyak.” Saya kira hanya candaan. Tapi setelah mencobanya beberapa hari, saya mengerti kenapa tool ini mulai banyak dipakai di kalangan penulis, mahasiswa, bahkan jurnalis.
Bukan Hanya Chatbot, Tapi Pencari Informasi dengan Otak
Saya ketik satu pertanyaan, seperti: “Apa penyebab krisis energi global 2022 dan dampaknya terhadap Eropa Timur?”—dan bukannya disambut dengan daftar link seperti di Google, saya langsung mendapatkan satu paragraf ringkasan, dengan poin-poin utama dari beberapa sumber.
Apa yang menarik? Semua sumber disebutkan langsung di bawah jawabannya, lengkap dengan tautan ke situs aslinya. Saya tidak perlu lagi klik sana-sini atau meraba apakah informasi ini dari blog pribadi atau lembaga kredibel. Semuanya tertata, dan langsung bisa diklik.
Kesan Pertama: Cepat, Bersih, dan Tidak Terlalu Sok Pintar
Berbeda dari chatbot yang cenderung berbasa-basi dan menjelaskan terlalu panjang, Perplexity terasa seperti orang yang menjawab cepat dan ringkas. Tapi bukan ringkas yang asal—jawabannya tetap padat, dan terasa seperti ditulis oleh seseorang yang sudah membaca 5–10 sumber lalu meringkas untuk Anda.
Fitur “related questions” juga muncul di bawah. Jadi setelah bertanya satu hal, saya bisa klik lanjutannya seperti:
- “Bagaimana kebijakan Jerman merespons krisis tersebut?”
- “Apakah krisis energi memicu inflasi pangan?”
Itu semua bukan hanya membuat pencarian lebih dalam, tapi juga seperti mengajak saya menjelajahi topik secara bertahap.
Kapan Saya Menggunakan Perplexity?
Saya tidak akan bilang ini menggantikan Google sepenuhnya, karena itu tidak adil. Tapi di banyak situasi, Perplexity jauh lebih efisien.
Misalnya:
- Saat saya sedang menulis artikel panjang dan butuh sumber yang kredibel.
- Saat saya ingin cepat memahami isu baru, seperti topik AI terbaru, konflik internasional, atau kebijakan ekonomi.
- Bahkan kadang, saya memakainya untuk menjawab pertanyaan kecil yang mengganggu pikiran, seperti “Kenapa langit bisa berwarna oranye saat polusi tinggi?”
Jadi, buat saya pribadi, Perplexity adalah alat bantu berpikir, bukan sekadar mesin pencari.
Bedanya dengan Google?
Mungkin ini poin yang paling banyak ditanyakan.
Dengan Google:
- Kita dikasih list panjang berisi link
- Harus klik satu per satu
- Kadang sulit membedakan antara artikel sungguhan dengan iklan atau SEO spam
Dengan Perplexity:
- Kita langsung dapat jawaban dalam bentuk paragraf
- Semua ada sumbernya
- Kalau mau lanjut, tinggal tanya atau klik related
Tentu, untuk hal-hal praktis seperti “jam buka restoran” atau “cuaca hari ini”, Google masih lebih cepat. Tapi untuk pemahaman mendalam dan riset ringan, Perplexity jauh lebih ramah.
Fitur-Fitur yang Menyatu Secara Alami
Satu hal yang saya suka: tampilannya bersih. Tidak ada iklan, tidak ada pop-up, dan antarmuka sangat simpel. Fokus hanya pada isi dan jawaban.
Beberapa fitur yang saya gunakan terus:
- Copilot Mode: Ini semacam mode tanya-jawab lanjutan yang membantu Anda memperdalam topik.
- Citation Transparency: Setiap pernyataan penting disertai tautan langsung. Tidak asal menebak atau mengarang.
- Multi-step Conversations: Saat tanya sesuatu yang kompleks, Anda bisa terus menggali, dan konteksnya tetap nyambung.
Siapa yang Cocok Menggunakan Perplexity?
Jujur, siapa pun bisa menggunakan. Tapi menurut saya, berikut yang paling diuntungkan:
1. Penulis dan Blogger
Karena bisa bantu cari data pendukung yang cepat dan kredibel.
2. Mahasiswa dan Dosen
Untuk membantu memetakan ide saat menulis makalah atau riset. Bahkan bisa mencari kutipan ilmiah dengan cepat.
3. Marketer dan SEO Specialist
Jika Anda butuh pemahaman topik sebelum membuat konten atau kampanye.
4. Orang Umum yang Sering Penasaran
Kadang kita hanya ingin tahu sesuatu secara cepat dan tidak suka dibombardir iklan.
Potensi Bahaya? Tetap Ada
Meski terdengar sempurna, saya tetap melihat risiko.
- Kita jadi terlalu bergantung pada ringkasan. Bisa-bisa malas baca sumber aslinya.
- Ada kemungkinan bias—karena meskipun sumbernya kredibel, tetap saja itu pilihan algoritma.
- Tidak cocok untuk semua jenis pencarian—seperti belanja, navigasi, atau real-time info.
Maka dari itu, saya anggap ini sebagai alat bantu, bukan pengganti nalar atau pengalaman.
Perplexity di Tengah Persaingan Chatbot AI
Di luar sana, banyak nama besar: ChatGPT, Claude, Gemini, Copilot, You.com. Tapi Perplexity menempati ruang unik: perpaduan antara search engine dan asisten pintar. Ia tidak mencoba menjadi teman atau entertainer. Ia hanya ingin membantu Anda mendapatkan jawaban yang tepat dan sumber yang bisa dipercaya.
Dan dalam banyak kasus, itu justru yang dibutuhkan.
Apa Selanjutnya?
Saya pribadi berharap mereka akan:
- Tambahkan mode suara atau pembacaan jawaban
- Menyediakan plugin untuk integrasi dengan tools seperti Notion atau Obsidian
- Menyempurnakan kemampuan menjawab dalam bahasa lain selain Inggris
Tapi sejauh ini, tanpa harus punya akun atau membayar, apa yang mereka tawarkan sudah lebih dari cukup.
Kesimpulan: Perplexity AI Bukan Sekadar Alat, Tapi Partner Riset Masa Kini
Setelah beberapa bulan memakai, saya mulai menyadari bahwa Perplexity bukan hanya soal kecepatan, tapi soal membantu saya berpikir lebih jernih. Bukan menggantikan riset, tapi mempercepatnya. Bukan menggurui, tapi merangkum agar saya bisa lanjut dengan apa yang penting.
Jika Anda lelah membuka banyak tab hanya untuk cari satu paragraf data—coba saja sekali. Mungkin Anda akan merasakan yang saya rasakan: ini bukan sekadar AI, tapi peta jalan untuk menjelajahi informasi dengan tenang dan fokus.
Hume AI – Ketika Kecerdasan Buatan Belajar Merasakan